Senin, 03 Februari 2014

DIKLAT IN SARANGAN

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti pelatihan pengelolaan lembaga yang kebetulan tempatnya di sebuah kawasan rekreasi. Kawasan ini tidak asing tentunya bagi warga Jawa Timur khususnya dan warga pulau Jawa pada umumnya, karena tempat yang berada kawasan puncak ini ramai sekali pengunjungnya.

Telaga Sarangan atau yang lebih dikenal dengan nama Telaga Pasir oleh warga sekitar adalah danau alami yang terletak di kaki Gunung Lawu. Telaga ini memiliki luas wilayah kurang lebih 30 hektar dengan kedalaman sekitar 28 meter saat volume air normal. Berada di ketinggian 1287 meter dpl kawasan ini menawarkan suhu sejuk dikisaran 18°C hingga 25°C.

Menuju lokasi Telaga Sarangan ini tidaklah sulit, jarak tempuh dari kota Magetan hanya 19 km. Transportasi ketempat ini juga gampang kita dapatkan mulai dari angkutan umum dan ojek. Namun disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi atau menyewanya. Jika anda mengandalkan kendaraan umum maka anda benar-benar harus berpikir keras untuk sampai ke sana.

Kawasan yang mampu menarik minat ribuan wisatawan tiap tahunnya ini memiliki tingkat keramaian di waktu-waktu tertentu. Labuh sesaji pada Jum’at Pon bulan Ruwah atau saat pergantian tahun misalnya. Kawasan ini akan sangat ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah bahkan wisatawan manca.

Waktu dua hari ditempat ini serasa singkat bagi saya yang pertama kali berkunjung ke Telaga Sarangan, itupun karena saya mengikuti sebuah pelatihan yang kebetulan pelatihannya di letakkan di tempat yang banyak dikunjungi para wisatawan setiap harinya.

Namun waktu yang sangat singkat itu saya manfaatkan sebaik-baiknya untuk menikmati indahnya pemandangan disekitar Telaga Sarangan. Bahkan yang paling penting bagi saya adalah mengetahui sejarah Telaga Sarangan itu sendiri. Berbincang dengan orang asli disekitar Telaga ini saya mendapatkan sebuah cerita.

Terbentuknya Telaga Sarangan ini tidak ketahui secara pasti kapan terjadinya, konon hiduplah sepasang suami istri yang bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Dari cerita yang saya dapatkan dikisahkan secara singkat bahwa saat itu Kyai Pasir sepulang dari mencari kayu bakar menemukan sebuah telur, lalu telur tersebut dibawa pulang dan diberikan kepada Nyai Pasir dan disuruh masak.

Setelah telur itu dimasak lalu dimakan bersama oleh Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Karena sudah memakan telur maka Kyai Pasir pergi ke hutan lagi untuk mencari kayu bakar persiapan hari berikutnya, namun di tengah perjalanan Kyai Pasir merasakan sakit perut yang sangat dan secara perlahan-lahar tubuh Kyai Pasir berubah menjadi Naga (ular besar), sambil menggelepar naga ini mengepak-ngepakkan ekornya sampai akhirnya muncul air ditempat Kyai Pasir ini berubah menjadi Naga.

Diwaktu yang bersamaan Nyai Pasir juga merasakan sakit perut yang sangat seperti yang dialami oleh suaminya Kyai Pasir, dan akhirnya Nyai Pasir berubah bentuk menjadi Naga seperti halnya Kyai Pasir sambil mengepak-ngepakkan ekornya ke tanah dan muncullah juga air dari tempat Nyai Pasir berubah wujud tersebut. Air yang muncul tersebut menjadi Telaga yang bisa dinikmati keindahannya sampai sekarang.

Sebuah sumber mengatakan juga bahwa nama Telaga ini merupakan singkatan dari Telur Naga.

Bisa saja kisah yang saya dapatkan ini kurang lengkap perjalanan ceritanya karena memang waktu saya juga terbatas untuk mengorek lebih detail terkait cerita Kyai Pasir dan Nyai Pasir ini. Semoga dilain kesempatan saya bisa menceritakan lebih lugas dan terinci, atau mungkin teman-teman para pengunjung blog mau menambahkan di persilahkan dengan senang hati. Sekian….

Berikut hasil jepretan amatir dari kamera butut yang saya punya..