Beberapa hari
yang lalu saya mengikuti pelatihan pengelolaan lembaga yang kebetulan tempatnya
di sebuah kawasan rekreasi. Kawasan ini tidak asing tentunya bagi warga Jawa
Timur khususnya dan warga pulau Jawa pada umumnya, karena tempat yang berada kawasan
puncak ini ramai sekali pengunjungnya.
Telaga
Sarangan atau yang lebih dikenal dengan nama Telaga Pasir oleh warga sekitar
adalah danau alami yang terletak di kaki Gunung Lawu. Telaga ini memiliki luas
wilayah kurang lebih 30 hektar dengan kedalaman sekitar 28 meter saat volume
air normal. Berada di ketinggian 1287 meter dpl kawasan ini menawarkan suhu
sejuk dikisaran 18°C hingga 25°C.
Menuju lokasi
Telaga Sarangan ini tidaklah sulit, jarak tempuh dari kota Magetan hanya 19 km.
Transportasi ketempat ini juga gampang kita dapatkan mulai dari angkutan umum
dan ojek. Namun disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi atau menyewanya.
Jika anda mengandalkan kendaraan umum maka anda benar-benar harus berpikir
keras untuk sampai ke sana.
Kawasan yang
mampu menarik minat ribuan wisatawan tiap tahunnya ini memiliki tingkat
keramaian di waktu-waktu tertentu. Labuh sesaji pada Jum’at Pon bulan Ruwah
atau saat pergantian tahun misalnya. Kawasan ini akan sangat ramai dikunjungi
wisatawan dari berbagai daerah bahkan wisatawan manca.
Waktu dua
hari ditempat ini serasa singkat bagi saya yang pertama kali berkunjung ke Telaga
Sarangan, itupun karena saya mengikuti sebuah pelatihan yang kebetulan
pelatihannya di letakkan di tempat yang banyak dikunjungi para wisatawan setiap
harinya.
Namun waktu
yang sangat singkat itu saya manfaatkan sebaik-baiknya untuk menikmati indahnya
pemandangan disekitar Telaga Sarangan. Bahkan yang paling penting bagi saya
adalah mengetahui sejarah Telaga Sarangan itu sendiri. Berbincang dengan orang
asli disekitar Telaga ini saya mendapatkan sebuah cerita.
Terbentuknya
Telaga Sarangan ini tidak ketahui secara pasti kapan terjadinya, konon hiduplah
sepasang suami istri yang bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Dari cerita yang
saya dapatkan dikisahkan secara singkat bahwa saat itu Kyai Pasir sepulang dari
mencari kayu bakar menemukan sebuah telur, lalu telur tersebut dibawa pulang
dan diberikan kepada Nyai Pasir dan disuruh masak.
Setelah telur
itu dimasak lalu dimakan bersama oleh Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Karena sudah memakan
telur maka Kyai Pasir pergi ke hutan lagi untuk mencari kayu bakar persiapan
hari berikutnya, namun di tengah perjalanan Kyai Pasir merasakan sakit perut yang
sangat dan secara perlahan-lahar tubuh Kyai Pasir berubah menjadi Naga (ular
besar), sambil menggelepar naga ini mengepak-ngepakkan ekornya sampai akhirnya
muncul air ditempat Kyai Pasir ini berubah menjadi Naga.
Diwaktu yang
bersamaan Nyai Pasir juga merasakan sakit perut yang sangat seperti yang
dialami oleh suaminya Kyai Pasir, dan akhirnya Nyai Pasir berubah bentuk
menjadi Naga seperti halnya Kyai Pasir sambil mengepak-ngepakkan ekornya ke
tanah dan muncullah juga air dari tempat Nyai Pasir berubah wujud tersebut. Air
yang muncul tersebut menjadi Telaga yang bisa dinikmati keindahannya sampai
sekarang.
Sebuah sumber
mengatakan juga bahwa nama Telaga ini merupakan singkatan dari Telur Naga.
Bisa saja
kisah yang saya dapatkan ini kurang lengkap perjalanan ceritanya karena memang
waktu saya juga terbatas untuk mengorek lebih detail terkait cerita Kyai Pasir
dan Nyai Pasir ini. Semoga dilain kesempatan saya bisa menceritakan lebih lugas
dan terinci, atau mungkin teman-teman para pengunjung blog mau menambahkan di
persilahkan dengan senang hati. Sekian….
Berikut hasil jepretan amatir dari kamera butut yang saya punya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar